Madre Ku ^_^ |
Lagi-lagi buku terbaru Dee alias Dewi Lestari berhasil membuatku terpukau, dan berhasil membuatku melakukan sesuatu hal yang tidak pernah terpikirkan bagiku sebelumnya.
terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek, Madre merupakan kumpulan karya Dee selama lima tahun terakhir
Madre telah berhasil mempengaruhiku untuk membuat suatu hal yang tidak pernah aku pikir akan aku lakukan sebelumnya. Membuat blog. Memang, sebelum membaca Madre pun, aku sudah berkali-kali merencanakan akan membuat blog. Namun, rencana itu tidak pernah terwujud, karena aku masih ragu dan juga karena aku belum mempunyai alasan dan argumen yang tepat untuk mewujudkan itu. Namun Madre telah menjadi wake up call saya untuk membuat blog (gara-gara Tansen).
Mungkin bagi beberapa orang, membuat blog adalah sebuah tindakan yang hanya biasa saja; karena kemajuan zaman dan keinginan untuk populer, dikenal dan/atau diakui menuntut hati nurani mereka untuk melahirkan blog mereka sendiri. Namun bagiku tidak seperti itu. Alasanku membuat blog adalah hanya ada tiga; aku kesepian (bukan berarti aku tidak punya teman. Ingat, kesepian bukan berarti tidak memiliki teman), terlalu banyak hal dan pikiran-pikiran, yang kadang kala tidak mau dan/atau tidak bisa dipahami oleh orang-orang yang berinteraksi denganku, dan karena itu, aku sudah sangat-sangat menyadari bahwa sekarang sudah saatnya bagiku untuk membuat sebuah tempat curahan itu semua; di mana di tempat itu aku bisa terbuka serta mampu mengeksperikan diriku dan aku benar-benar menjadi diri sendiri. Anyway, back to topic :)
Ketika terlintas dalam pikiranku untuk menulis tentang Madre hari ini, ada dua hal yang langsung terpikir:
Hidup telah menunjukkan dengan caranya sendiri bahwa aku senantiasa dipandu. tak perlu tahu ke mana semua ini berakhir. bagiku itulah keajaiban yang kucari, yang dihidangkan semesta bagiku,.... Have You Ever?
Sekali lagi aku semakin dikuatkan, diyakinkan agar aku harus tetap menjadi diriku sendiri, tidak perlu malu ataupun ragu untuk melakukan hal-hal yang memang pada dasarnya itu aku. Dulu aku sempat termakan oleh ilusi-ilusi yang tercipta di sekelilingku. Ketika orang melihatmu berbeda, ketika orang melihatmu sebelah mata, ketika orang membuat berbagai macam hal-hal negatif di dalam kepala mereka tentang judge apa yang mereka kenakan kepada dirimu, ketika kamu seharusnya melawan arus itu, kamu malah masuk ke dalamnya, sehingga kamu merasa bahwa apa yang mereka pikirkan tentangmu adalah benar, aku pernah mengalami itu.
Namun, sekarang itu adalah sesuatu hal yang tidak pernah akan aku ambil pusing lagi. Perkataan mereka memang mungkin akan membuat aku sakit hati, tapi Aku tidak peduli apa kata orang-orang tentang aku, kata-kata mereka yang bisa membuat aku patah semangat, yang membuat aku menjadi rendah diri, dan yang membuat aku menjadi redup. Aku akan menjadi diriku sendiri, menjadi karakterku sendiri, dan tidak akan terdikte oleh orang lain, sehingga aku menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Memang, terkadang, -ketika kamu lewat di depan seseorang, dan kamu merasa orang itu mencibir kamu, ketika kamu merasa kamu di bicarakan, ketika kamu merasa kamu dianggap remeh, ketika kamu melihat orang menertawai kamu hanya karena cara kamu berjalan atau caramu berbicara atau caramu memperlakukan sesuatu- sakit rasanya (dan aku sudah mengalami itu). Namun ketika aku sadar bahwa "inilah aku apa adanya, dan aku menerima diriku sendiri, dan aku ingin menjadi lebih baik dengan pribadi ini dan aku tidak perlu peduli dengan orang-orang yang merasa lebih baik dan suci dibandingkan dengan aku padahal tidak" respon yang muncul dari diriku sendiri adalah menghela nafas dan tersenyum. Kata-kata mereka tidak berarti apa-apa bagiku; hanyalah seonggok kata tak berbobot.
Sulit bagiku mendapatkan seorang pribadi yang bisa memahami aku, menerima aku apa adanya diriku dengan segala sifat dan karakteristikku, tidak malu untuk mengakui aku sebagai teman, dan memberikan aku kebebasan untuk melakukan apa yang aku inginkan karena mereka sadar bahwa aku punya hak untuk itu. Namun aku tidak pernah berhenti percaya dan tetap berusaha untuk mendapatkan itu. Suatu saat aku pasti menemukan orang bahkan orang-orang seperti itu
Dan yang kedua adalah:
"Inilah Cinta. Inilah Tuhan. Tangan kita bau menyengat, mata kita perih seperti disengat, dan tetap kita tidak menggenggam apa-apa. Itulah cinta. itulah Tuhan. Pengalaman, bukan penjelasan. Perjalanan, bukan Tujuan. Pertanyaan, yang sungguh tidak berjodoh dengan jawaban." Semangkok Acar Untuk Cinta dan Tuhan
Terimakasih, Madre.
0 komentar:
Posting Komentar
Free to comment, but please think about moral consideration, thanks :)