Pages

Senin, 18 Juni 2018

2019 GANTI PRESIDEN (?)

#2019gantipresiden (?)

Aku heran. Mengapa banyak orang-orang yang lebih memilih menjelek-jelekkan pemimpinnya (kita bicara Indonesia ya) daripada mendoakan agar selalu sehat dan dapat lebih bijaksana dalam memimpin negara ini? Ibarat pertanyaan dari salah satu sosok ter Ilahi yang pernah ada dalam sejarah; “mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?”. Bahasa sederhananya adalah;”situ udah sempurna, sampai-sampai dengan ringannya mengomentari tentang orang lain? Sudah ngaca belum?”

Menjadi pemimpin pasti tidak mudah. Saya mengaca pada diri saya sendiri, yang adalah pimpinan dari diri saya sendiri. Sederhananya begini; ketika jam makan siang, saya tahu saya harus makan siang karena itu baik untuk kesehatan saya. Namun, kerena ada pekerjaan kantor yang harus saya selesaikan, saya memilih untuk menunda makan siang demi pelayanan supaya nasabah tidak gusar karena menunggu lama (yang akibatnya bagi saya, makan siang dapat berubah istilah menjadi makan sore). Contoh lain, ketika saya harus menghadapi dua pilihan; nasabah yang memaksa saya untuk dilayani terlebih dahulu karena statusnya yang sedang terburu-buru atau melayani nasabah yang telah sabar menunggu antriannya. Salah satu pihak pasti akan berkeluh kesah bahkan bisa jadi marah dari setiap pilihan yang akan saya ambil dari kondisi tersebut. Maaf, para nasabah yang terhormat, saya tidak bisa menyenangkan setiap orang, saya akan memilih pilihan yang paling baik. Atau contoh lain yang sederhana: saya belok kiri atau kanan, saya harus jujur atau bohong, dan lain sebagainya. Menjadi pemimpin bagi diri sendiri saja sudah seperti itu ya.

Apalagi menjadi pemimpin negara, dengan berbagai macam permasalahan yang muncul setiap hari, dengan berbagai macam keputusan-keputusan yang harus dipilih dan atau diputuskan, yang tentu saja dengan mempertimbangkan hal seperti meminimalisasikan kerugian yang akan muncul, dan lain sebagainya. Kalau saya bayangkan (karena saya belum pernah menjadi pemimpin sebuah negara), menjadi bos sebuah negara itu susah, walaupun itu sudah dibantu oleh para menteri. Karena keputusan yang diambil tidak dapat menyenangkan semua orang (termasuk saya). Baik buruknya seorang pemimpin juga tidak bisa dilihat hanya dari keputusan-keputusan yang dia ambil, namun juga dari karakter dan personalnya. Baik buruknya seorang pemimpin juga (secara subjektif atau mungkin objektif?) bisa ternilai tergantung dari sisi mana orang tersebut mau menilainya.

Satu hal yang aku lihat-lihat, atau baca-baca dari sejarah, Politik itu drama. Kalau dianalogikan seperti serial TV Game of Throne (coba tonton deh, dan semoga analogi saya ini tidak melenceng). Yang kawan bisa jadi lawan. Musuh dari musuhku adalah temanku. Politik juga bisa menjadi konsep terbawa perasaan yang jika terasuk lebih dalam akan menjadi personal. Dengan kata lain, yang dia pikirkan adalah dirinya sendiri. Bagimana supaya menang, bagaimana supaya berkuasa, bagaimana saya memanfaat kan keramaian untuk membuka jalan bagi saya untuk berkuasa.

Orang-orang (entah itu protagonis atau antagonis) yang terlibat dalam politik akan menggunakan cara dan media apa saja untuk mencapai tujuannya. Bisa menggunakan sosial media dan elektronik, pendekatan melalui suku, agama, ras, dan lain sebaganya. Bisa juga memecah belah yang telah bersatu, mempersatukan yang terpecah belah atau mengacaukan yang sudah damai, mendamaikan yang kacau. Memanfaatkan orang-orang yang mudah terprovokasi atau memiliki pemikiran sempit (entah itu orang pintar atau orang bodoh). Bahkan membuat orang-orang yang kurang kerja merasa berguna. Kalau di Indonesia ini yang lagi hangat-hangatnya menggunakan cara apa ya?

Haduh, tidak ada habisnya bahas politik dan aku juga tidak mau buang-buang waktu membahas politik (kebetulan lagi gabut aja karena libur, jadi nulis ini, haha.). Apalagi kalau dikait-kaitkan dengan kepercayaan atau agama, Aduhh, bisa jadi satu buku mungkin ya, haha.

Hal-hal yang lagi hits sekarang ini juga adalah semboyan 2019 Ganti Presiden. Dari pandangan saya, itu adalah hak setiap orang untuk memilih dan menentukan. Sekali lagi, setiap orang tidak bisa menyenangkan kita, sama seperti kita tidak bisa menyenangkan setiap orang. Tapi yang saya sangat sedih dan sayangkan adalah, bagaimana masyarakat memanifestasikan semboyan tersebut ke cara-cara yang menurut saya kasar, dan barbar. Seakan-akan tidak ada hal baik yang sudah dilakukan pemimpin dan para menteri sekarang untuk Indonesia, untuk masyarakat Indonesia. Bahkan rasa-rasanya seperti mengarah ke ujaran kebencian. Sekarang coba deh kita merenung dan menanyakan ini kepada diri kita; apa kontribusiku untuk bangsa ini? Apakah aku menyumbangkan kedamaian atau kekacauan? Apakah aku lebih banyak berkata-kata daripada bertindak? Aku tinggal di negara Indonesia apa bukan? Aku masih bisa menikmati layanan publik yang ada? Apakah aku sudah bersyukur, bahwa aku masih bisa menikmati Indonesia ini, entah itu sedikit atau banyak? Pemimpin yang baik dan buruk itu seperti apa? Sudahkah kita membandingkan para pemimpin sehingga kita bisa menghakimi bahwa si a atau si b adalah pemimpin yang baik atau buruk?

Mungkin alangkah lebih baik, kebebasan yang diberikan kepada kita. Entah itu kebebasan menggunakan pakaian yang kita mau, kebebasan menentukan di mana kita bekerja, kebebasan kita dalam berpendapat, dan kebebasan-kebebasan lainnya kita gunakan secara bijak. Untuk menyebarkan damai, ketenangan, keharmonisan, dan hal-hal positif lainnya. Untuk 2019, kalau saya boleh memberikan tips dan trik dalam memilih presiden, pilih dengan bijaksana, siapapun nanti calonnya, pilihlah orang yang kamu ketahui kebaikan-kebaikan apa yang sudah dia hasilkan di Indonesia ini. Apa hasil pekerjaannya. Apa kontribusinya. Apakah dia hanya pingin menang saja, atau memang akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk Indonesia ini. Pilihlah bukan karena euforia, pilihlah bukan karena kebencian, namun pilihlah karena ada hasil yang baik yang mereka berikan untuk Indonesia ini, yang bisa kita nikmati. Siapapun itu calonnya.

Ada gak sih pemimpin yang tidak lepas dari komentar? Gak ada toh. Trus kenapa kita hanya bisa berkomentar? Mari kita sama-sama introspeksi; apakah selama ini kita hanya tukang komentar tapi tidak memberikan kontribusi apa-apa untuk negara ini? Apakah kita sudah mendoakan para pemimpin kita dan para jajarannnya untuk selalu diberikan kekuatan, kesehatan, dan kebijaksaan untuk mengurus bangsa ini? Apakah kita sudah mendoakan Indonesia? Apakah kita selama ini tidak sadar sudah terporovokasi? Mari kita sama-sama renungkan.

Ini hanyalah perenungan saja. Sudah sekian lama pingin nulis ini, tapi katena lagi liburan jadinya baru bisa menuangkan hasil pikiran ini ke dalam tulisan. Suka tidak suka sama pandangan saya, silakan ambil sisi positifnya atau sisi baiknya saja. Siapa tahu ada hal-hal yang bisa kita pelajari dari tulisan ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Free to comment, but please think about moral consideration, thanks :)